Jangan Gampang Memvonis 'Hiperaktif'!
Bila si buah hati aktif luar biasa, Moms jangan langsung memberinya label anak hiperaktif. (Foto: craveonline)
“ADUH Rio, bisa diam tak? Mama capek nih!” keluh Anggi pada buah hatinya. Nada-nada kesal kerap terucap kala si kecil mulai susah dikendalikan dan tak bisa diam.
Bayangkan! Apa saja yang ada di dekatnya selalu dipegang kemudian dilempar. Belum lagi kalau dia memanjat sana-sini bahkan naik turun tangga tanpa kenal capek.
Melihat polah anaknya yang tak bisa diam, Anggi dan suaminya pun berinisitif mendaftarkan Rio ke taman bermain (playgroup), kebetulan tahun ini dia genap berusia 1 tahun 6 bulan. Maklum, di rumah Rio tak memiliki teman atau saudara yang bisa diajaknya bermain. Mau tahu bagaimana mengatasi anak yang superaktif seperti Rio?
Suka Bereksplorasi
Anak usia prasekolah biasanya masih belajar tentang banyak hal sekaligus mengasah kemampuan motorik kasar maupun motorik halusnya. Mereka juga tengah belajar mengenal jenis kelamin serta menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Jangan heran, sejak memasuki usia 1 tahun ke atas dia sangat suka bereksplorasi.
Dia juga masih senang-senangnya beraktivitas ke sana kemari. Apalagi bila dia sudah berkumpul dengan teman-teman seusianya, wah, tak kenal lelah deh. Kondisi seperti ini akan terus berlanjut hingga anak memasuki usia sekolah atau 5 tahun ke atas.
Hiperaktif atau superaktif
Bila si buah hati aktif luar biasa, Moms jangan langsung memberinya label anak hiperaktif. Sebaiknya, kenali dulu cirinya. Ada perbedaan anak yang sangat aktif dengan anak yang hiperaktif. Semuanya bisa dideteksi dari sederet perilaku yang menunjukkan adanya kemungkinan anak mengalami gangguan tersebut.
Hiperaktif adalah suatu gangguan perkembangan yang terjadi pada masa kanak-kanak. Dimana, anak mengalami kesulitan memusatkan perhatiannya secara tepat sesuai dengan tuntutan anak-anak seusianya.
Secara klinis, gangguan tersebut digolongkan dalam gangguan ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder), yang biasanya disertai dengan hiperaktivitas. Anak seperti ini biasanya tak pernah kehabisan energi, selalu ingin bergerak ke sana-kemari.
Penyebabnya adalah adanya gangguan pada fungsi otak. Kondisi tersebut memang membuktikan bahwa aliran darah pada otak depan anak-anak ADHD ternyata lebih sedikit bila dibandingkan dengan anak-anak normal. Dimana, otak depan adalah bagian dari otak yang membantu kita agar bisa mengendalikan diri dan bisa berkonsentrasi. Dan gangguan hiperaktif baru bisa didiagnosa setelah berusia 2 tahun.
Orangtua musti jeli mengamati perkembangan perilaku si buah hati! Gejala gangguan seperti ini sebenarnya sudah bisa dideteksi sebelumnya. Tapi, satu hal yang patut Moms ketahui, bila si buah hati suka sekali lari kesana kemari atau memanjat sana-sini jangan langsung memberinya label sebagai anak hiperaktif.
Jadi, anak yang superaktif belum tentu hiperaktif, loh! Apalagi anak usia 1 tahun yang baru belajar jalan, memang gemar mengeksplorasi lingkungannya. Rasa ingin tahunya masih besar! Sebaliknya, bila si kecil lebih banyak diam justru itu yang patut dikhawatirkan.
Yang utama, apakah gerakan-gerakan yang dia lakukan bertujuan atau tak. Jika, gerakan-gerakannya sama sekali tak bertujuan barulah Moms perlu bertanya kepada ahlinya. Moms bisa tanyakan kepada dokter tumbuh kembang anak misalnya atau psikolog anak.
Apa yang bisa Moms lakukan
Untuk menghadapi buah hati yang tak bisa diam, Moms bisa menerapkan pola asuh berikut:
Memberi contoh
Ini cara utama mengajari anak-anak. Anak lebih mudah menyerap apa yang kita lakukan dibandingkan apa yang kita katakan.
Beri respons positif
Beri respon positif tentang sikap mereka. Jika kita mengatakan kepada anak betapa kita menghargai mereka karena telah menuruti nasehat kita, mereka akan mengulangi sikap tersebut. Namun, jika kita larang dengan menggunakan kata “jangan” justru semakin membuat anak ingin mengulangi lagi atau mencoba melakukan hal yang justru dilarang. Gunakan kata, misalnya “Nak, Bunda sangat senang jika Kakak bisa menjaga mainan ini dengan baik.”
Orangtua yang tak memberi respon sama dengan mengajarkan anak tak peduli pada sikap mereka yang tak baik. Hal ini tak boleh dilakukan jika sikap anak sudah sangat mengganggu seperti melempar. Orangtua bisa mencoba mengatakan, “Jika Kakak melempar seperti itu, Bunda tak mau mengajak Kakak bermain lagi.”
Hukuman
Jika dengan kedua cara tersebut anak belum bisa ditenangkan, orangtua perlu memberi hukuman atau memberi respons negatif. Namun memberi hukuman terlalu sering pun tak banyak membantu. Bahkan jika hukuman terlalu keras dan terlalu sering bisa menyebabkan sikap negatif anak menjadi-jadi. Gunakan hukuman yang relatif ringan secara konsisten, seperti menghilangkan hak istimewa atau melarang kegiatan yang sedang dilakukan.(Mom& Kiddie//ftr)
0 comments:
Post a Comment