Awalnya bertujuan untuk menjawab berbagai asumsi yang muncul di kepala para ahli syaraf atau neurolog yang senang dengan riset-riset ilmiah, untuk melihat kondisi-kondisi tertentu dari pasien neurologi. Misalnya untuk melihat kondisi pasien pasca kecelakaan, kondisi pasien epilepsi, pasca operasi otak, dan lama-lama pada anak-anak yang mempunyai gejala gangguan perkembangan neurologis. Hasil-hasil risetnya kemudian diaplikasikan di dalam klinik guna membantu penegakan diagnosa.
Metoda neurofeedback ditemukan oleh seorang dokter Amerika, Dr. Barry Sterman dari Universitas California di tahun 1960. Selama 20 tahun terus menurus dilakukan penelitian dan pada tahun 1980 mulai dilakukan penelitian di dalam klinik untuk anak dengan gangguan konsentrasi. Harapannya dengan pembelian stimulus dari luar, maka bioelektrik otak yang terjadi sebagai hasil dari perubahan arus neurotrasmitter (zat pembawa arus listrik) akan bisa diatur. Dari sana kemudian terus dikembangkan ke arah anak-anak bergangguan lainnya, seperti gangguan belajar, gangguan perkembangan kognitif, depresi, dan sebagainya. Modifikasi alatpun semakin beragam, begitu juga stimulus yang diberikan semakin bermacam-macam.
Prinsip dasar neurofeedback
Neurofeedback atau disebut juga electro-encephalograph biofeedback, yang kini banyak digunakan sebagai alat terapi, melakukan monitoring kondisi bioelektrik otak dengan tujuan akhir menormalisasi fungsi otak. Artinya apabila misalnya seorang anak yang mempunyai masalah konsentrasi, impulsif, gangguan belajar, epilepsi, ataupun orang dewasa yang mengalami keadaan depresi yang terus menerus, dimana memang terjadi kondisi bioelektrik yang tidak normal, maka kondisi ini diharapkan dapat dinormalkan. Dan fungsi kerja otak diharapkan juga dapat menjadi normal.
Terapinya sangat sederhana, si penderita diminta untuk mengerjakan sesi terapi dengan cara melihat layar komputer, mendengarkan musik, atau juga dengan getaran-getaran magnet yang dikirim ke permukaan kulit kepala. Dengan stimulasi ini diharapkan bioelektrik yang tidak normal akan terangsang ke arah apa yang kita inginkan. Misalnya pada anak ADHD lebih banyak mempunyai gelombang beta1 yaitu 12 – 18 HZ, maka gelombang ini diturunkan ke arah beta2 atau 4-8 HZ.
Diharapkan dengan berkali-kali latihan demikian, maka otak akan terangsang melakukan kondisi yang diharapkan menjadi suatu kebiasaan.
Berbagai penelitian neurofeedback
Namun bagaimana literatur ilmiah berbicara tentang neurofeedback therapy ini? Hingga saat ini masih belum ada kesimpulan yang konklusif tentang keberhasilan kerja neurofeedback ini. Sejak pertama kali percobaan neurofeedback dari tahun 1960 sudah ada sekitar 1000 publikasi neurofeedback therapy ini. Kebanyakan studi-studi itu menunjukkan bahwa laporan studi itu harus disingkirkan karena adanya masalah: tidak ada kelompok kontrol, kelompok percobaan terlalu kecil, adanya perbedaan pemberian perlakuan – orang percobaan terlalu bervariasi, diagnosanya tidak jelas, kriteria tidak jelas, kesimpulan peneliti tidak benar, tidak meliwati bijak bestari (peer reviewers), statistik salah, tidak menunjukkan disain sebelum dan sesudah perlakuan (before and after treatment), dan tidak ada studi lanjutan yang spesifik. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada anak-anak bermasalah belajar, gangguan konsentrasi dan disleksia, menunjukkan bahwa ada kemajuan dalam konsentrasi namun saat dilakukan pemeriksaan kemajuan prestasi sekolah tidak menunjukkan apa-apa. Akhir kata, neurofeedback therapy ini terlalu banyak janji dan ujungnya selalu diisi dengan: perlu penelitian lebih lanjut. Padahal sudah 50 tahun dilaksanakan penelitian untuk ini.
sumber:http://foryourpsycho.blogspot.com/2010/10/study-stimulasi-komputer.html
0 comments:
Post a Comment